ini wisuda keduaku dengan jeda waktu 21 tahun.
Tidak terlalu antusias sebenarnya dengan prosesi wisuda kali ini, berbeda dengan 21 tahun yang lalu, kala menamatkan jenjang strata 1.Dulu... berbulan bulan sebelumnya harus menabung untuk bisa pergi "nyalon" di sebuah salon yang terkenal top dan muahalnya auzubillah... ( uang saku sebulan 60 ribu , biaya nyalon 25 ribu !!!) makanya kudu nabung jauh hari sebelumnya.
Tapi hasilnya very very satisfaction, malah saking kerennya, sampai sampai sebuah foto studio memajang foto diriku dengan toga sebagai bintang iklan di studionya. hahaha...
Pulang wisuda, trus ke foto studio untuk mengabadikan moment bersama ibu dan adik tersayang yang hadir di wisuda tsb.
Wisuda kali ini, bahkan untuk togapun aku males banget beli, telp telp temen temen siapa tau punya kenalan S2 yang toganya bisa di pinjam. Walaupun hasilnya ternyata banyak kolega yang S2 nya ngga sejurusan sehingga atributnya beda. Dan akhirnya harus beli juga, trus pake acara mengecilkan lagi. karena toganya sebesar tenda pramuka. wuaalahhhh...
untuk nyalon... ah males banget. sampai sehari menjelang wisuda, seorang keponakan yang kebetulan wisuda juga nawarin untuk dandan sama sama, karena dia memanggil tukang rias ke rumah. Yah... ikutan lah, karena kalo dandan sendiri juga ngga punya perlengkapan apa apa. cuman modal bedak dan lipstik, nambah pensil alis doank. apa jadinya coba .
Pulang Wisuda, suami tersayang nawarin, ke foto studio yooo, aku jawab " males ah..." foto-foto sendiri aja cukup dah. Sudah ngga jamannya kayanya untuk mejeng foto wisuda di rumah.
Yang berkesan di wisuda kali ini adalah prestasi mengharu biru, berhasil menjadi wisudawan program pasca sarjana terbaik, dengan predikat cum laude. wuih..... dapat notebook dari rektor, orgi dari Prog Studi MM, pigura besar dari Fakultas.
Semoga Allah memberkahi ilmu yang kudapat dan memberi petunjuk senantiasa... amin..
Buat semua yang sudah mendukung... semoga Allah yang membalas semuanya ya...
with sahabat ~Rachmawati
Mimpi berikutnya Program doktor ( foto dulu lah di depan gedungnya ;-))
Minggu, 28 September 2014
Selasa, 16 September 2014
ukuran sukses dan tidak sukses
Dalam moment reuni, selalu muncul ukuran sukses dan tidak sukses seseorang, disetiap pikiran walaupun tidak pernah tercetus secara vulgar.
Basa basi seorang rekan lama adalah "sudah punya anak berapa? tinggal di mana sekarang ? kadang tercetus pertanyaan "masih kerja di tempat lama ?"
Dan tdk pernah seorang pun yang lancang menanyakan "sekarang sudah posisi apa?" pakai mobil apa? depositonya sudah berapa? rumahnya ada berapa?
Tetapi... dalam perbincangan selanjutnya, maka perhatikan saja, mereka yang sukses dalam ukuran materi akan sedikit banyak berkisah ttg "kekayaan materinya" walaupun kadang hanya diselip selipkan, atau menunggu seseorang bertanya ttg usahanya, kemudian langsung di respon dengan panjang lebar ttg kesuksesannya. ( karena pertanyan tersebut memang sudah di tunggu -tunggu).
hanya sedikit orang sukses yang dengan rendah hati " menyimpan "cerita kehebatannya.
Yang merasa punya anak anak hebat, tak mau kalah, bercerita ttg "kehebatan" masing masing anaknya, dengan harapan mendapat tatapan kagum dan terpana dari orang lain.
Semua orang ingin dipandang sukses dan berhasil dalam hidupnya.
Sementara bagi mereka yang kurang beruntung dengan ukuran kesuskesan materi atau tidak punya anak yang layak dibanggakan, hanya akan menjadi pendengar yang santun, sesekali menimpali dengan kalimat pendek " oh.. hebatnya suamimu..." wah... anakmu hebat banget".
kadang ketika si sukses balik bertanya ( basa basi sebenarnya ) " bagaimana dengan anakmu? maka si pendengar setia hanya bercerita pendek ttg berapa anaknya dan saat ini sekolah atau bekerja di mana. cukup itu. tanpa ada yang bisa di lebih-lebihkan.
moment reuni dan silaturahim seperti ini akhirnya menjadi moment yang tidak menyenangkan bagi mereka yang merasa biasa saja. Tetapi justru menjadi moment yang ditunggu -tunggu oleh mereka yang merasa sukses.
Sebenarnya... apa makna sukses itu ?
Sukses adalah ketika berhasil mencapai impian ( cita-cita) , kata seorang rekan. maka hati hatilah dengan impian atau cita-cita yang kita cetuskan. karena akan menjadi barometer kesuksesan dari sudut pandang kita.
Masih banyak orang terbelenggu dengan ukuran sukses duniawi : yaitu punya usaha maju, posisi hebat , harta melimpah. Ya... itu memang tidak salah, karena itu salah satu ukuran kesuksesan secara awam.
Ada juga yang mengukur sukses dari kemampuan membesarkan keturunan, Jadi jika punya anak anak hebat, membanggakan orang tua dengan berbagai prestasinya, maka itulah kesuksesan.
Ada juga yang bilang, sukses itu jika mampu menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat, singkatnya adalah di dunia memiliki harta dan tak pernah melupakan kehidupan di akhirat dengan amar ma'ruf nahi munkar.
Yang jelas setiap orang memiliki pandangan tentang kesuksesan, bervariasi dari berbagai sudut pandang. tak ada satu pun yang salah...
yang salah adalah ketika bersilaturahim ke rumah seorang rekan lama, kemudian kita melihat rumah yang mewah dan seketika kita merasa iri dengan kesuksesan nya dan membandingkan dengan rumah mungil kita, lalu kita melupakan rasa syukur bahwa kita sampai saat ini tidak kurang suatu apapun karena Allah sesungguhnya menyayangi kita.
Jadi...mulailah pagi dengan perasaan syukur kepada NYA, karena sesungguhnya kesuksesan adalah ketika kita selalu merasa cukup dan bersyukur atas karuniaNYA sepanjang waktu....
Basa basi seorang rekan lama adalah "sudah punya anak berapa? tinggal di mana sekarang ? kadang tercetus pertanyaan "masih kerja di tempat lama ?"
Dan tdk pernah seorang pun yang lancang menanyakan "sekarang sudah posisi apa?" pakai mobil apa? depositonya sudah berapa? rumahnya ada berapa?
Tetapi... dalam perbincangan selanjutnya, maka perhatikan saja, mereka yang sukses dalam ukuran materi akan sedikit banyak berkisah ttg "kekayaan materinya" walaupun kadang hanya diselip selipkan, atau menunggu seseorang bertanya ttg usahanya, kemudian langsung di respon dengan panjang lebar ttg kesuksesannya. ( karena pertanyan tersebut memang sudah di tunggu -tunggu).
hanya sedikit orang sukses yang dengan rendah hati " menyimpan "cerita kehebatannya.
Yang merasa punya anak anak hebat, tak mau kalah, bercerita ttg "kehebatan" masing masing anaknya, dengan harapan mendapat tatapan kagum dan terpana dari orang lain.
Semua orang ingin dipandang sukses dan berhasil dalam hidupnya.
Sementara bagi mereka yang kurang beruntung dengan ukuran kesuskesan materi atau tidak punya anak yang layak dibanggakan, hanya akan menjadi pendengar yang santun, sesekali menimpali dengan kalimat pendek " oh.. hebatnya suamimu..." wah... anakmu hebat banget".
kadang ketika si sukses balik bertanya ( basa basi sebenarnya ) " bagaimana dengan anakmu? maka si pendengar setia hanya bercerita pendek ttg berapa anaknya dan saat ini sekolah atau bekerja di mana. cukup itu. tanpa ada yang bisa di lebih-lebihkan.
moment reuni dan silaturahim seperti ini akhirnya menjadi moment yang tidak menyenangkan bagi mereka yang merasa biasa saja. Tetapi justru menjadi moment yang ditunggu -tunggu oleh mereka yang merasa sukses.
Sebenarnya... apa makna sukses itu ?
Sukses adalah ketika berhasil mencapai impian ( cita-cita) , kata seorang rekan. maka hati hatilah dengan impian atau cita-cita yang kita cetuskan. karena akan menjadi barometer kesuksesan dari sudut pandang kita.
Masih banyak orang terbelenggu dengan ukuran sukses duniawi : yaitu punya usaha maju, posisi hebat , harta melimpah. Ya... itu memang tidak salah, karena itu salah satu ukuran kesuksesan secara awam.
Ada juga yang mengukur sukses dari kemampuan membesarkan keturunan, Jadi jika punya anak anak hebat, membanggakan orang tua dengan berbagai prestasinya, maka itulah kesuksesan.
Ada juga yang bilang, sukses itu jika mampu menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat, singkatnya adalah di dunia memiliki harta dan tak pernah melupakan kehidupan di akhirat dengan amar ma'ruf nahi munkar.
Yang jelas setiap orang memiliki pandangan tentang kesuksesan, bervariasi dari berbagai sudut pandang. tak ada satu pun yang salah...
yang salah adalah ketika bersilaturahim ke rumah seorang rekan lama, kemudian kita melihat rumah yang mewah dan seketika kita merasa iri dengan kesuksesan nya dan membandingkan dengan rumah mungil kita, lalu kita melupakan rasa syukur bahwa kita sampai saat ini tidak kurang suatu apapun karena Allah sesungguhnya menyayangi kita.
Jadi...mulailah pagi dengan perasaan syukur kepada NYA, karena sesungguhnya kesuksesan adalah ketika kita selalu merasa cukup dan bersyukur atas karuniaNYA sepanjang waktu....
Minggu, 14 September 2014
berikan surgaMu untuknya ya Rabb...
Kamis malam, 11 Sept 2014, pukul 22.40 wita, ibu menelponku mengabarkan bahwa mbah karang jati sudah tiada, dalam usia 86 tahun beliau kembali kepada Sang Penciptanya, pemilik seluruh kehidupan di alam semesta ini.
Bertahun-tahun hidup bersama dengan beliau, sungguh memberikan banyak pelajaran berharga, yang kemudian beberapa diantaranya menjadi komitmen dalam kehidupanku...
Seperti kata seorang sepupu dalam network bb diantara keluarga sesaat setelah mbah di kebumikan :
"Mbah tidak bisa membaca, mbah juga tidak bisa menulis, tetapi beliau adalah pekerja keras dan semangatnya itu yang pantas di tiru oleh semua keturunannya.
Atau tulisan seorang sepupu lainnya di wall FB nya, " she was teach me, how to be good listener "
Memang dalam sepanjang usianya mbah tidak pernah mengenyam pendidikan, sehingga beliau tiak mampu membaca dan menulis, tetapi beliau mampu berhitung dengan cermat karena sepanjang hidupnya beliau adalah seorang pedagang.
Mbah sangat perfectionist, ketika beliau masih sanggup untuk mengerjakan sendiri, tak ada seorangpun yang diperkenankan untuk membantunya. bahkan di usia tuanya pun, jika kami berkunjung beliau lah yang repot untuk menyajikan sarapan untuk kami. Rumah mbah persis di depan pasar , dan beliau menikmati bolak balik ke pasar untuk sekedar membeli nasi kuning, nasi pecel, atau apapun pesanan kami. Bukan kami malas untuk membeli sendiri, tetapi semata-mata hal ini untuk menyenangkan beliau, karena inilah caranya beliau merasa masih diperlukan dan inilah caranya beliau menunjukkan kasih sayang pada kami,
Jika tiba saat lebaran, maka semua berkumpul dan selalu menantikan moment berbagi angpau, terutama angpau dari mbah.Semua cucu, cicit mendapat angpau yang sama. Lucunya... uang angpau itu sebagian berasal dari pemberian para anak beliau, sehingga sebenarnya beliau hanya perantara untuk diberikan lagi pada masing masing cucu.
Mbah tidak bisa mendiamkan hal yang tidak berkenan di hatinya, even untuk kenakalan kenakalan anak kecil , beliau bisa "berceramah" panjang lebar dan mbah kerap kali mampu menahan marahnya sampai beberapa waktu... Jika mbah sudah marah dengan segala petuahnya... maka nasehat terbaik bagi para "terdakwa" adalah diam mendengarkan tanpa perlu mengeluarkan komentar sedikitpun... itulah yang membuat sepupuku berkata bahwa dengan omelan mbah, dia dan kami semua belajar jadi pendengar yang baik.
Subhanallah... di usia senjanya menjelang kembali kepada sang pemilik, mbah diberikan kesabaran yang luar biasa...tidak ada "kecerewetan" dan kesulitan untuk menyayanginya...
Mbah mengajarkan banyak hal pada kami dalam kurun hidupnya...
semoga Allah ridho dan memberikan surga untuknya...
amin....
bersama mbah sesaat setelah weddingnya Ika, (aston hotel)
(the last lebaran 2014 with grandma)
Mbah with Mas Tico n' Alya (lebaran 2014)
happy smile mbah n' Alya ( Lebaran 2014)
(mengenang mbah Ginem...)
Bertahun-tahun hidup bersama dengan beliau, sungguh memberikan banyak pelajaran berharga, yang kemudian beberapa diantaranya menjadi komitmen dalam kehidupanku...
Seperti kata seorang sepupu dalam network bb diantara keluarga sesaat setelah mbah di kebumikan :
"Mbah tidak bisa membaca, mbah juga tidak bisa menulis, tetapi beliau adalah pekerja keras dan semangatnya itu yang pantas di tiru oleh semua keturunannya.
Atau tulisan seorang sepupu lainnya di wall FB nya, " she was teach me, how to be good listener "
Memang dalam sepanjang usianya mbah tidak pernah mengenyam pendidikan, sehingga beliau tiak mampu membaca dan menulis, tetapi beliau mampu berhitung dengan cermat karena sepanjang hidupnya beliau adalah seorang pedagang.
Mbah sangat perfectionist, ketika beliau masih sanggup untuk mengerjakan sendiri, tak ada seorangpun yang diperkenankan untuk membantunya. bahkan di usia tuanya pun, jika kami berkunjung beliau lah yang repot untuk menyajikan sarapan untuk kami. Rumah mbah persis di depan pasar , dan beliau menikmati bolak balik ke pasar untuk sekedar membeli nasi kuning, nasi pecel, atau apapun pesanan kami. Bukan kami malas untuk membeli sendiri, tetapi semata-mata hal ini untuk menyenangkan beliau, karena inilah caranya beliau merasa masih diperlukan dan inilah caranya beliau menunjukkan kasih sayang pada kami,
Jika tiba saat lebaran, maka semua berkumpul dan selalu menantikan moment berbagi angpau, terutama angpau dari mbah.Semua cucu, cicit mendapat angpau yang sama. Lucunya... uang angpau itu sebagian berasal dari pemberian para anak beliau, sehingga sebenarnya beliau hanya perantara untuk diberikan lagi pada masing masing cucu.
Mbah tidak bisa mendiamkan hal yang tidak berkenan di hatinya, even untuk kenakalan kenakalan anak kecil , beliau bisa "berceramah" panjang lebar dan mbah kerap kali mampu menahan marahnya sampai beberapa waktu... Jika mbah sudah marah dengan segala petuahnya... maka nasehat terbaik bagi para "terdakwa" adalah diam mendengarkan tanpa perlu mengeluarkan komentar sedikitpun... itulah yang membuat sepupuku berkata bahwa dengan omelan mbah, dia dan kami semua belajar jadi pendengar yang baik.
Subhanallah... di usia senjanya menjelang kembali kepada sang pemilik, mbah diberikan kesabaran yang luar biasa...tidak ada "kecerewetan" dan kesulitan untuk menyayanginya...
Mbah mengajarkan banyak hal pada kami dalam kurun hidupnya...
semoga Allah ridho dan memberikan surga untuknya...
amin....
bersama mbah sesaat setelah weddingnya Ika, (aston hotel)
(the last lebaran 2014 with grandma)
Mbah with Mas Tico n' Alya (lebaran 2014)
happy smile mbah n' Alya ( Lebaran 2014)
(mengenang mbah Ginem...)
Senin, 01 September 2014
Ujian dalam kehidupan
Banyak ujian yang akan dan sudah kita lalui dalam kehidupan, kadang ujian tersebut langsung ke diri kita, kadang tanpa kita sadari ujian itu melalui orang lain. sesungguhnya Allah menguji dengan seribu satu cara dan melewati berbagai pintu.
Tapi percayalah semua ujian Allah masih dalam batas kemampuan kita untuk menanggungnya, karena sesuai dengan firmanNYA yang kita yakini.
ketika mendengar mbah buyut sakit di usia uzurnya, dengan berbagai penurunan fungsi organ tubuh, sesungguhnya Allah menguji beliau dan kami semua dengan peristiwa tersebut. Buat mbah buyut tentu saja kesakitan dan ketidaknyamanan yang dialaminya adalah sebuah ujian berat di usia tuanya. Buat kami semua Allah menguji kesabaran kami merawat mbah buyut sampai tiba masanya kembali menghadap Allah.
Dan aku sendiri selalu memohon agar anak-anak mbah buyut (ibuku dan tante-tante serta om-om ku selalu dilimpahkan kesabaran, kekuatan dan keikhlasan merawat ibunda mereka).
Kali lain, seorang keluarga diuji dengan keterlibatan dengan rentenir, mungkin ini bukan ujian (karena ujiannya justru adalah di awal ketika sang rentenir menawarkan jasanya... bisakah kita menolak karena jalan ini haram...). Ketika kita kemudian terjerumus dan akhirnya terlibat dengan hutang sedemikian besar , maka ini sebenarnya balasan Tuhan atas perbuatan kita ( masih untung sudah di cicil di dunia... dan kita bisa segera menyadari lallu kemudian bersegera memohon ampunan kepada Allah).
Bagaimana kita menyikapi ketika keluarga tsb meminta pertolongan kita untuk membayar hutang hutang ke rentenir? sebagian bilang... jika kita membantu , itu sama saja kita terlibat dengan hal yang haram. sebagian lagi mengatakan, bukankah membantu seseorang dari belitan masalah adalah kewajiban kita sesama muslin, terlebih ini adalah saudara kita.
nampaknya aku harus mencari Fatwa tentang hal ini ke para ustadz...
----------------
Tapi percayalah semua ujian Allah masih dalam batas kemampuan kita untuk menanggungnya, karena sesuai dengan firmanNYA yang kita yakini.
ketika mendengar mbah buyut sakit di usia uzurnya, dengan berbagai penurunan fungsi organ tubuh, sesungguhnya Allah menguji beliau dan kami semua dengan peristiwa tersebut. Buat mbah buyut tentu saja kesakitan dan ketidaknyamanan yang dialaminya adalah sebuah ujian berat di usia tuanya. Buat kami semua Allah menguji kesabaran kami merawat mbah buyut sampai tiba masanya kembali menghadap Allah.
Dan aku sendiri selalu memohon agar anak-anak mbah buyut (ibuku dan tante-tante serta om-om ku selalu dilimpahkan kesabaran, kekuatan dan keikhlasan merawat ibunda mereka).
Kali lain, seorang keluarga diuji dengan keterlibatan dengan rentenir, mungkin ini bukan ujian (karena ujiannya justru adalah di awal ketika sang rentenir menawarkan jasanya... bisakah kita menolak karena jalan ini haram...). Ketika kita kemudian terjerumus dan akhirnya terlibat dengan hutang sedemikian besar , maka ini sebenarnya balasan Tuhan atas perbuatan kita ( masih untung sudah di cicil di dunia... dan kita bisa segera menyadari lallu kemudian bersegera memohon ampunan kepada Allah).
Bagaimana kita menyikapi ketika keluarga tsb meminta pertolongan kita untuk membayar hutang hutang ke rentenir? sebagian bilang... jika kita membantu , itu sama saja kita terlibat dengan hal yang haram. sebagian lagi mengatakan, bukankah membantu seseorang dari belitan masalah adalah kewajiban kita sesama muslin, terlebih ini adalah saudara kita.
nampaknya aku harus mencari Fatwa tentang hal ini ke para ustadz...
----------------
Wujud Nyata Keikhlasan
Jum'at , 29 Agustus 2014
Kami memutuskan mempercepat perjalanan ke Surabaya untuk mengunjungi umi Lely yang sedang menghadapi ujian berat dengan tumor otak stadium IV. Awalnya di schedulekan tanggal 12 September dengan pertimbangan harga ticked yang lebih murah. Tetapi setelah di pikir-pikir lebih jauh...lebih cepat berangkat lebih baik. Akhirnya jadilah kami 4 orang bunda bunda SC Samarinda bersilaturahim ke Surabaya di hari itu.
Info " hanya 200-300 m " jarak rumah pak Ustadz Aziz dari hotel Sinar, ternyata bualan belaka. faktanya sekitar 2 km dan ditempuh dengan angkot ( kalo mau jalan kaki bisa juga sih... asal mau pegel pegel).
Yang kami lihat , umi Lely memang sakit, kondisinya tidak bisa banyak bergerak, tidak mampu berkomunikasi lagi, tetapi masih bisa menatap kami satu persatu, walaupun kami tidak yakin apakah beliau masih mengenali kami, karena kata perawatnya kadang ingatan beliau muncul, detik berikutnya hilang...
Biarlah... kami tidak minta untuk diingat-ingat, yang kami inginkan adalah bertemu beliau saja.
Kami sangat surprise, ketika melihat wajah beliau yang masih nampak segar, tidak pucat seperti layaknya orang yang sudah sakit nyaris 2 tahun. wajahnya memancarkan aura seperti tidak sakit, hanya ketika kita menatap matanya ( yang sebelah kanan sdh mulai dipengaruhioleh ganansnya sel 2 tumor) barulah terlihat beliau menahan sakit yang luar biasa. yang surprise lagi beliau kadang tersenyum... Subhannallah.... sungguh hari itu kami melihat contoh dan wujud nyata sebuah keikhlasan atas ujian yang di berikan.
Sempat Pak Ustadz memberi tausiyah kepada kami : bahwa sesungguhnya jika kita mengaku seorang perenang, dan kemudian kita diuji dengan pengakuan kita tersebut, ( diminta terjun ke air dan berenang) tentu saja kita akan dengan suka cita menjalankan, karena kita meyakini kemampuan kita.
Nah jika mengaku perenang , padahal ketika di uji untuk berenang kita malah takut, khawatir, cemas was was..., itu artinya kita bukan seperti pengakuan kita. artinya kita bukan perenang....
Jika kita mengaku beriman kepada Allah, tentu saja kita dengan senang hati dan penuh suka cita menjalankan ujian keimanan kita.
Tetapi jika kita saat diuji justru berkeluh kesah, cemas, takut atau malah menyalahkan Sang pencipta... lantas apalah arti pengakuan kita itu ?
Bersyukurlah selalu untuk setiap ujian yang diberikan NYA kepada kita, karena ujian demi ujian Insya Allah memperkokoh keimanan kita.
Semoga Allah memberkahi dan ridho dengan silaturahim kami ke Surabaya.
Untuk Umi Lely, semoga Allah ridho dan melapangkan jalan umi memasuki surgaNYA pada saatnya kelak.
Kami memutuskan mempercepat perjalanan ke Surabaya untuk mengunjungi umi Lely yang sedang menghadapi ujian berat dengan tumor otak stadium IV. Awalnya di schedulekan tanggal 12 September dengan pertimbangan harga ticked yang lebih murah. Tetapi setelah di pikir-pikir lebih jauh...lebih cepat berangkat lebih baik. Akhirnya jadilah kami 4 orang bunda bunda SC Samarinda bersilaturahim ke Surabaya di hari itu.
Info " hanya 200-300 m " jarak rumah pak Ustadz Aziz dari hotel Sinar, ternyata bualan belaka. faktanya sekitar 2 km dan ditempuh dengan angkot ( kalo mau jalan kaki bisa juga sih... asal mau pegel pegel).
Yang kami lihat , umi Lely memang sakit, kondisinya tidak bisa banyak bergerak, tidak mampu berkomunikasi lagi, tetapi masih bisa menatap kami satu persatu, walaupun kami tidak yakin apakah beliau masih mengenali kami, karena kata perawatnya kadang ingatan beliau muncul, detik berikutnya hilang...
Biarlah... kami tidak minta untuk diingat-ingat, yang kami inginkan adalah bertemu beliau saja.
Kami sangat surprise, ketika melihat wajah beliau yang masih nampak segar, tidak pucat seperti layaknya orang yang sudah sakit nyaris 2 tahun. wajahnya memancarkan aura seperti tidak sakit, hanya ketika kita menatap matanya ( yang sebelah kanan sdh mulai dipengaruhioleh ganansnya sel 2 tumor) barulah terlihat beliau menahan sakit yang luar biasa. yang surprise lagi beliau kadang tersenyum... Subhannallah.... sungguh hari itu kami melihat contoh dan wujud nyata sebuah keikhlasan atas ujian yang di berikan.
Sempat Pak Ustadz memberi tausiyah kepada kami : bahwa sesungguhnya jika kita mengaku seorang perenang, dan kemudian kita diuji dengan pengakuan kita tersebut, ( diminta terjun ke air dan berenang) tentu saja kita akan dengan suka cita menjalankan, karena kita meyakini kemampuan kita.
Nah jika mengaku perenang , padahal ketika di uji untuk berenang kita malah takut, khawatir, cemas was was..., itu artinya kita bukan seperti pengakuan kita. artinya kita bukan perenang....
Jika kita mengaku beriman kepada Allah, tentu saja kita dengan senang hati dan penuh suka cita menjalankan ujian keimanan kita.
Tetapi jika kita saat diuji justru berkeluh kesah, cemas, takut atau malah menyalahkan Sang pencipta... lantas apalah arti pengakuan kita itu ?
Bersyukurlah selalu untuk setiap ujian yang diberikan NYA kepada kita, karena ujian demi ujian Insya Allah memperkokoh keimanan kita.
Semoga Allah memberkahi dan ridho dengan silaturahim kami ke Surabaya.
Untuk Umi Lely, semoga Allah ridho dan melapangkan jalan umi memasuki surgaNYA pada saatnya kelak.
Langganan:
Postingan (Atom)