Selasa, 02 Juli 2013

Melihat ke atas dan ke bawah

Melihat ke atas itu memang lebih mudah daripada melihat ke bawah, walaupun setelah beberapa saat melihat ke atas membuat kita lelah dibandingkan jika kita melihat ke bawah untuk periode yang sama. Hal itu menunjukan bahwa fitrahnya manusia itu melihat ke bawah, hanya egolah yang kadang membuat manusia lebih senang melihat ke atas.
 " Wah... bukan main ya, teman kita itu pergi umroh dengan membawa seluruh keluarganya" kata seorang teman . Hal yang langsung tercetus di benak kita pasti betapa kayanya dia. sementara kita berumroh sendiripun nyaris belum mampu. dan hati langsung merasa betapa miskinnya kita, betapa nyamannya hidupnya, betapa susahnya kita... betapa hebat dan mampu nya teman kita. betapa menderitanya kita.
 Hanya dari sepenggal informasi di atas, perasaan kita menjadi lebih miskin langsung muncul dan menari mari di benak . Syukur jika hanya sampai perasaan atas diri kita.. yang biasanya terjadi adalah perasaan lain yang muncul... tidak bersyukur atas "kemiskinan" kita, tidak ikhlas atas "ketidakmampuan" kita. semua berpusat pada kondisi kita yang kita rasa lebih buruk dan kurang dari teman kita itu.
 Ini sebuah contoh melihat ke atas yang sangat melelahkan.
Bandingkan jika kita melihat pengemis di pinggir jalan, apakah muncul perasaan bahwa kita ternyata lebih "kaya" , bersyukur kita hari ini bisa makan 3 x sehari , bersyukur memiliki rumah untuk bernaung dari panas dan hujan... saya hampir yakin perasaan demikian tidak muncul. Padahal jika hal itu muncul di dalam diri kita, maka kita akan menjadi semakin kaya, semakin bahagia, semakin bersyukur...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar