Dulu 10 tahun yang lalu, ketika Astrico si sulung mau mendaftar di SD, rasanya semua berjalan mulus mulus aja, walaupun SD yang di tuju mensyaratkan beberapa test sebelum di terima untuk menjadi siswa di situ. Ada test kemampuan dasar dan juga psikotest ,untuk melihat kesiapan anak masuk SD. Termasuk wawancara dengan calon siswa dan orang tua.Rasanya waktu itu , haqul yakin bahwa Astrico pasti diterima di SD tsb. Dan nyatanya , Alhamdulillah memang di terima .
Sekarang, kenapa agak resah dengan prosedur yang sama yang akan di jalani Alya untuk masuk SD tsb? Ada sedikit kekhawatiran bahwa Alya tidak siap dengan segala macam test tersebut, padahal beberapa bulan lalu sdh pernah menjalani psikotest di sekolah (TK), dan hasilnya cukup memuaskan dalam arti, secara intelegensia dan kematangan,Alya dinyatakan siap masuk SD.
Mungkin karena usia Alya saat ini , berbeda dengan Astrico si kakak yang saat itu dalam kategori sangat tepat masuk SD ( 6 tahun 6 bulan). Sementara Alya masih 5 tahun 10 bulan , belum genap 6 tahun.
Dari sisi kepribadian , keduanya cenderung pendiam ( bukan type anak yang suka cari perhatian) walaupun dari sisi social, sebenarnya Alya lebih mudah bergaul ketimbang di kakak yang cenderung solitaire.
Si kakak, mudah untuk di arahkan dan focus pada satu kegiatan dalam satu waktu, sementara Alya cenderung mudah bosan dan beralih kepada kegiatan lain, walaupun untuk hal hal tertentu yang disukainya, dia akan betah berlama lama, contohnya menggambar dan mewarnai. Tetapi Alya cenderung ingin mewarnai lebih banyak objek dan terkesan buru buru agar cepat selesai, sehingga dapat beralih ke objek gambar yang lain.
(Jadi ingat, bahwa akupun sebenarnya cenderung demikian.., mungkin ini genetic ya?)
Alya sering sekali mengatakan “Alya ngga bisa” dengan harapan umi akan membantu kegiatannya, walaupun dia sebenarnya bisa jika saja mau mencoba . Jadi perkataan nya tersebut, lebih untuk menarik perhatian dari umi atau orang dewasa lain di sekitarnya untuk membantunya. Karena jika dia bermain dengan teman sebayanya, tidak pernah tercetus kata tidak bisa. Bahkan dia cenderung mengajari dan memberi tahu rekan sebayanya atau teman bermainya, bagaimana melakukan sesuatu dengan benar ( misalnya memasang puzzle , menghitung dll).
Satu hal yang agak membingungkan… Dia selalu ingin belajar katanya ( entah itu menggambar, mewarnai, menulis, meminta di buatkan soal matematika, atau menambahkan hurup). Dan dia terlihat tidak pernah jenuh dengan kegiatan tersebut, sehari bisa berlembar lembar kertas dipakai untuk menggambar dan mewarnai. Kalau di belikan buku mewarnai, tidak sampai lebih dari dua hari, buku tersebut sdh selesai di warnai, walaupun dengan tidak rapi ( karena lebih mengejar target selesai semua).
Kalau dibelikan buku aktivasi, sehari sdh diselesaikan semua, dan besok sdh bingung mau mengerjakan apa.
Sebenarnya tidak perlu khawatir dengan perilaku nya, dibandingkan dengan rekan sebayanya yang lain. Dan di sela sela kesibukannya menggambar, bermain puzzle, mewarnai, bermain play doh, dia tetap anak kecil yang ceria, lebih senang berlari kesana kemari dibanding duduk manis.
So…. Jika memang Allah mengijinkan, Insya Allah Alya bersekolah di SD tsb, Jika tidak… berarti Allah memiliki rencana yang lebih baik untuk Alya dan untuk semua…
Amin… Ya Robbal alamin….
Selasa, 28 Februari 2012
Kamis, 02 Februari 2012
Malaria n~ Demo
Dulu ketika saya masih menjadi mahasiswa di Fakultas kehutanan ,seorang sahabat pernah berkata “ jangan pernah mengaku forester kalau belum pernah mencicipi malaria” wuih… serem banget dah ungkapan tsb.
Pasalnya 6 dari 10 mahasiswa di fakultas kehutanan yang sudah merasakan keluar masuk hutan, pasti pernah mengindap penyakit tropika ini ( malaria maksudnya). Beruntungnya saya walaupun tidak pernah terjangkit malaria, tapi tidak ada satu temanpun yang meragukan “ ke forester an “ saya.
Seperti rekan mahasiswa lainnya , saya sering keluar masuk hutan, bahkan jauh lebih sering dari yang lainnya, jika di hitung selama kuliah , tetapi Alhamdulillah…. Setiap keluar dari rimba raya tersebut, saya sehat walafiat dan bertambah bugar. Pernah beberapa kali selama 2-4 minggu harus camping di virgin forest, (asli nginap di tenda tenda di tengah hutan belantara)… pulang pulang justru merasa lebih segar.
Sementara beberapa teman lain baru 2-3 hari menginap di hutan, pulang pulang sudah harus diopname di RS.
Pokoknya saya bersyukur yang tak terhingga kepada NYA, atas limpahan kesehatan yang diberikan selama ini
Ketika memasuki dunia kerja dan berkarir di HRD, seorang sahabat yang pernah tinggal di Luar negeri berkata “ belum di akui menjadi orang HRD kalo belum pernah mengatasi demonstrasi karyawan”. Ini statement lebih sangar lagi.
Dan masih ditambahkan oleh nya bahwa di negara negara yang pengaruh serikat pekerjanya cukup dominan, maka orang HRD yang mahal harganya di pasar kerja adalah seseorang yang pernah mengatasi demo dan terlibat negosiasi dengan Serikat Pekerja dalam pembuatan kesepakatan kerja bersama. Entah ini ilmiah apa tidak, tetapi statement tersebut ada benarnya juga.
Pertama : secara teori, banyak orang mempunyai pengetahuan tentang bagaimana mengelola SDM ( HRM), tetapi sedikit sekali yang pernah terlibat dalam implementasi dari teori tersebut. Banyak orang HRD mengetahui teori komunikasi dan negosiasi, tetapi berapa orang yang punya kesempatan melakukan negosiasi dengan pihak pekerja demi sebuah kepentingan bersama ( bisa juga di baca kepentingan perusahaan, karena dia pasti menjadi wakil dari pengusaha).
Ketika timbul aksi demonstrasi oleh karyawan karena penolakan atas sebuah aturan, atau karena tuntutan atas hal lain, maka tidak semua orang HRD bisa terlibat, karena batasan batasan job masing masing officer. Jika pun terlibat belum tentu bisa berbuat banyak. Karena karyawan yang berdemo biasanya menginginkan pimpinan tertinggi yang menghadapi mereka.
Sehingga ketika kita berada pada posisi menghadapi para karyawan yang berdemo, maka itulah kesempatan kita menambah pundi pundi kompetensi kita. Terlepas dari hasil negosiasi yang dilakukan, kita pasti memperoleh sesuatu yang membuat kompetensi kita bertambah.
Tetapi…. Apakah kompetensi tersebut hanya bisa di dapat melalui sebuah demo /deadlock karyawan ?jawabnya mungkin saja tidak, tetapi.. percayalah sebuah situasi besar pasti memberi pelajaran besar pula. Jadi …. Jangan takut menghadapi demo, apalagi demo masak.. hmmmm yummy….. ;-))
Pasalnya 6 dari 10 mahasiswa di fakultas kehutanan yang sudah merasakan keluar masuk hutan, pasti pernah mengindap penyakit tropika ini ( malaria maksudnya). Beruntungnya saya walaupun tidak pernah terjangkit malaria, tapi tidak ada satu temanpun yang meragukan “ ke forester an “ saya.
Seperti rekan mahasiswa lainnya , saya sering keluar masuk hutan, bahkan jauh lebih sering dari yang lainnya, jika di hitung selama kuliah , tetapi Alhamdulillah…. Setiap keluar dari rimba raya tersebut, saya sehat walafiat dan bertambah bugar. Pernah beberapa kali selama 2-4 minggu harus camping di virgin forest, (asli nginap di tenda tenda di tengah hutan belantara)… pulang pulang justru merasa lebih segar.
Sementara beberapa teman lain baru 2-3 hari menginap di hutan, pulang pulang sudah harus diopname di RS.
Pokoknya saya bersyukur yang tak terhingga kepada NYA, atas limpahan kesehatan yang diberikan selama ini
Ketika memasuki dunia kerja dan berkarir di HRD, seorang sahabat yang pernah tinggal di Luar negeri berkata “ belum di akui menjadi orang HRD kalo belum pernah mengatasi demonstrasi karyawan”. Ini statement lebih sangar lagi.
Dan masih ditambahkan oleh nya bahwa di negara negara yang pengaruh serikat pekerjanya cukup dominan, maka orang HRD yang mahal harganya di pasar kerja adalah seseorang yang pernah mengatasi demo dan terlibat negosiasi dengan Serikat Pekerja dalam pembuatan kesepakatan kerja bersama. Entah ini ilmiah apa tidak, tetapi statement tersebut ada benarnya juga.
Pertama : secara teori, banyak orang mempunyai pengetahuan tentang bagaimana mengelola SDM ( HRM), tetapi sedikit sekali yang pernah terlibat dalam implementasi dari teori tersebut. Banyak orang HRD mengetahui teori komunikasi dan negosiasi, tetapi berapa orang yang punya kesempatan melakukan negosiasi dengan pihak pekerja demi sebuah kepentingan bersama ( bisa juga di baca kepentingan perusahaan, karena dia pasti menjadi wakil dari pengusaha).
Ketika timbul aksi demonstrasi oleh karyawan karena penolakan atas sebuah aturan, atau karena tuntutan atas hal lain, maka tidak semua orang HRD bisa terlibat, karena batasan batasan job masing masing officer. Jika pun terlibat belum tentu bisa berbuat banyak. Karena karyawan yang berdemo biasanya menginginkan pimpinan tertinggi yang menghadapi mereka.
Sehingga ketika kita berada pada posisi menghadapi para karyawan yang berdemo, maka itulah kesempatan kita menambah pundi pundi kompetensi kita. Terlepas dari hasil negosiasi yang dilakukan, kita pasti memperoleh sesuatu yang membuat kompetensi kita bertambah.
Tetapi…. Apakah kompetensi tersebut hanya bisa di dapat melalui sebuah demo /deadlock karyawan ?jawabnya mungkin saja tidak, tetapi.. percayalah sebuah situasi besar pasti memberi pelajaran besar pula. Jadi …. Jangan takut menghadapi demo, apalagi demo masak.. hmmmm yummy….. ;-))
Langganan:
Postingan (Atom)