Kelihatannya sederhana dan mudah saja mendapatkan nya, tetapi fakta nya tidak demikian.
Hari ini , aku baru menyadari betapa sedikitnya sahabat yang ku punya, dalam arti sahabat yang secara konsisten bertemu, berkomunikasi, saling curhat, saling ngeledek, saling traktir.. dan saling saling yang lain. Padahal aku bukan orang yang sulit membina hubungan dengan orang lain, istilah psikologis nya aku cukup extrovert untuk berkawan dengan siapapun. Tetapi kenyataan yang ku alami. Sahabat yang konsisten dalam jalinan persahabatan hanya 1-2 orang. Itupun aku harus pertanyakan lagi, benar benarkah dia menganggapku sebagai sahabat nya juga.
Kalau di seleksi lagi .. akhirnya aku harus mengakui, bahwa saat ini aku tidak punya sahabat yang bisa aku curhati kapanpun aku mau, yang bisa aku ajak shopping diakhir pekan, yang dengan ringan ngajak makan dengan sisyem bss ( bayar sendiri sendiri). Benar benar tragis ya…, aku tidak punya sahabat untuk hal hal yang ingin kubagi dengan seseorang.
Apakah karena aku tidak punya teman ? wah… jauh dari itu, teman ku sekantor ini ada 100 an orang belum lagi mereka yang di factory yg sok kenal dan semua pasti ku akui sebagai temanku, teman di organisasi di luar, teman di lingkungan pengurus RT, teman di lingkungan rumah, teman di pengajian,teman di perkumpulan orang tua murid, teman teman arisan, teman di instransi instansi pemerintah, teman di klub sepeda…, teman teman voulenteer di dunia pendidikan , teman teman sekolah dari SD sd kuliah, teman teman mantan penghuni asrama mahasiswa dr daerah, teman kursus bahasa inggris, teman dari temanku yang ku akui juga sebagai teman karena aku dikenalkan. Dan buanyak…. Teman yang lain
Kenapa ya.. aku tidak punya sahabat , seperti ketika aku masih bersekolah, di setiap tingkatan aku pasti punya sahabat dalam kategori konsisten, tetapi setelah bekerja…. Sahabat sahabat itu melanglang buana…, akupun demikian… sekali sekali hanya say helo lewat sms dan itu tidak bisa dikategorikan “close friend”
Waktu terus berlalu, karier semakin berkembang, ternyata hal itu berbanding terbalik dengan jumlah sahabat yang kumiliki, semakin banyak kolega, semakin banyak relasi , tetapi semakin berkurang yang namanya sahabat.
Apakah karena dalam dunia kerja ini, aku tidak memiliki waktu untuk membina hubungan persahabatan yang bermutu? Bisa jadi itu penyebabnya, Dulu semasa sekolah, kapanpun waktu untuk hang out pasti bisa dilakukan tanpa banyak planning ini dan itu, pulang sekolah, atau disela sela jam kuliah bisa ngumpul bareng, sekedar makan gorengan dengan sohib sohib . Ngga mikir urusan di rumah, ngga mikir panjang terhadap tugas yang belum selesai, pokoknya selalu ada waktu untuk ha ha hi hi dengan mereka rekan se gank’, selalu ada waktu untuk berbagi peristiwa yang dialami oleh masing masing, seremeh dan sekonyol apapun kejadiannya.
Ketika masuk dunia kerja, minimal 8 jam di kantor, dengan posisi kantor yang jauh dari pusat kota dan waktu istirahat yang terbatas , sulit untuk membuat janji sekedar makan siang bersama , karena waktu akan terbuang percuma di jalan.
Akhir minggu, bukan waktu untuk istirahat, tetapi waktu untuk bekerja “rodi” di rumah, apalagi jika sdh punya keluarga, ngejagain anak ( karena pengasuh libur), masak, bersih bersih rumah.. wuih…..manalah sempat untuk telp telp para sahabat untuk ngajak ketemuan di mall, makan di tempat yg asyik, shopping bareng…
Kalaupun bisa, pasti ngga mungkin setiap minggu, paling banter bisanya sebulan atau 2 bulan sekali, itupun kadang gagal, karena ternyata merekapun punya sejuta kesibukan.
Alhasil… sahabat sih tetap sahabat, tetapi kualitas nya jika di ukur dari konsistensi pertemuan dan komunikasi sangatlah jauh menurun dibandingkan jaman sekolah dulu.
Dan kesimpulanku… aku memang tidak punya banyak sahabat saat ini. Kecuali satu orang, itupun jika dia mau mengakui aku sebagai sabahat nya.
Semoga dia mau ., sehingga nasib ku tidak tragis tragis amat. Seperti timnas yang dipecundangi oleh Malaysia di sea games kemarin ! Lho.. ngga nyambung banget sih…!!!!
Senin, 28 November 2011
Kamis, 10 November 2011
Budaya Memberi
Pada idul qurban seminggu yang lalu, terlihat di berbagai tempat orang orang mengantri untuk mendapat jatah hewan qurban. Tak terkecuali di musholla kantor, yang Alhamdulillah tahun ini berhasil menyembelih 3 ekor sapi dari hasil tabungan qurban para karyawan selama setahun. Jika satu sapi merupakan gabungan dari 7 orang karyawan, maka dengan 3 ekor sapi, berarti ada 21 orang karyawan yang berqurban di tahun ini. Subhannallah, jumlah ini meningkat di banding tahun lalu.
Tetapi.. yang lebih meningkat lagi adalah jumlah yang antri untuk mendapat daging qurban.
Walaupun telah di sepakati bahwa daging qurban akan di berikan kepada karyawan di pabrik yang layak menerima dan masyarakat sekitar pabrik yang juga layak menerima, masih banyak karyawan /masyarakat lain yang “kelihatannya” mampu berqurban juga ikut antri untuk mendapat jatah.
Yang lebih antusias lagi adalah jumlah panitia ( entah yang resmi di tunjuk atau yang abal abal) ikut-ikutan mengatur dan membagi, jumlahnya fantastis.
Dan sebagian orang tersebut ( panitia ) dengan perilaku yang sangat kelihatan mementingkan diri sendiri dengan menyembunyikan bagian bagian terbaik dari daging qurban untuk dirinya sendiri. Astagfirullah…
Rupanya , karena merasa panitia, maka berhak untuk mendapat yang terbaik tanpa mempedulikan bahwa bukan lah hak nya untuk mengambil bagian bagian tersebut semaunya. Tetapi itulah yang terjadi.
Bukan budaya memberi dan berqurban yang tertanam di masyarakat ( padahal terlahir sebagai muslim dan bertahun tahun ikut berayakan idul adha). Tetapi justru budaya menerima dan meminta yang menjamur. Bukan akhlak mulia nabi Ibrahim yang menjadi panutan sebagai muslim, tetapi malah merendahkan diri dengan menjadi peminta minta.
Betapa mengenaskan kondisi ini.
Jika saja sebagian besar orang yang mampu memiliki budaya memberi, maka tidak akan terjadi desakan desakan , rebutan dan berbagai perilaku yang memilukan ketika ada pembagian zakat dan qurban, karena jauh lebih banyak yang memberi daripada yang antri untuk menerima.
Jika saja budaya memberi menjadi bagian dari kehidupan kita, maka keharmonisan akan tercipta dengan sendirinya, keberkahan akan diberikan oleh NYA, kebaikan akan menjadi aura kehidupan.
Bukankah tangan di atas adalah lebih baik dari tangan di bawah?
Bukankah Allah telah menjanjikan kepada siapa yang memberi akan diberi lebih banyak lagi oleh NYA…..
semoga lebih banyak lagi yang mendapat petunjuk dan berqurban di tahun depan. amin
Tetapi.. yang lebih meningkat lagi adalah jumlah yang antri untuk mendapat daging qurban.
Walaupun telah di sepakati bahwa daging qurban akan di berikan kepada karyawan di pabrik yang layak menerima dan masyarakat sekitar pabrik yang juga layak menerima, masih banyak karyawan /masyarakat lain yang “kelihatannya” mampu berqurban juga ikut antri untuk mendapat jatah.
Yang lebih antusias lagi adalah jumlah panitia ( entah yang resmi di tunjuk atau yang abal abal) ikut-ikutan mengatur dan membagi, jumlahnya fantastis.
Dan sebagian orang tersebut ( panitia ) dengan perilaku yang sangat kelihatan mementingkan diri sendiri dengan menyembunyikan bagian bagian terbaik dari daging qurban untuk dirinya sendiri. Astagfirullah…
Rupanya , karena merasa panitia, maka berhak untuk mendapat yang terbaik tanpa mempedulikan bahwa bukan lah hak nya untuk mengambil bagian bagian tersebut semaunya. Tetapi itulah yang terjadi.
Bukan budaya memberi dan berqurban yang tertanam di masyarakat ( padahal terlahir sebagai muslim dan bertahun tahun ikut berayakan idul adha). Tetapi justru budaya menerima dan meminta yang menjamur. Bukan akhlak mulia nabi Ibrahim yang menjadi panutan sebagai muslim, tetapi malah merendahkan diri dengan menjadi peminta minta.
Betapa mengenaskan kondisi ini.
Jika saja sebagian besar orang yang mampu memiliki budaya memberi, maka tidak akan terjadi desakan desakan , rebutan dan berbagai perilaku yang memilukan ketika ada pembagian zakat dan qurban, karena jauh lebih banyak yang memberi daripada yang antri untuk menerima.
Jika saja budaya memberi menjadi bagian dari kehidupan kita, maka keharmonisan akan tercipta dengan sendirinya, keberkahan akan diberikan oleh NYA, kebaikan akan menjadi aura kehidupan.
Bukankah tangan di atas adalah lebih baik dari tangan di bawah?
Bukankah Allah telah menjanjikan kepada siapa yang memberi akan diberi lebih banyak lagi oleh NYA…..
semoga lebih banyak lagi yang mendapat petunjuk dan berqurban di tahun depan. amin
Rabu, 09 November 2011
Makna di balik tulisan
Sejak Dahlan Iskan di angkat menjadi Menteri BUMN, setiap artikel ttg beliau selalu menjadikan perasaan saya mengharu biru, bahkan sangat sering sampai meneteskan air mata.
Entah kenapa… seperti juga perasaan saya setiap kali membaca buku Laskar Pelanginya Andrea Hirata. Sepuluh kali membaca, sepuluh kali pula saya meneteskan air mata.
Mungkin saya termasuk orang orang dalam kategori “ cengeng”. Gampang tersentuh, gampang terbawa suasana, gampang larut .. sangat sensitif dan banyak penjelasan lain.
Tetapi setelah saya cermati kembali… kenapa hanya membaca artikel di kompas yang berjudul “ Menu Makan siang Pak Menteri “ (Dahlan Iskan) saya bisa bisanya meneteskan air mata, padahal ngga ada sama sekali sedih sedihnya dalam artikel tsb , apa lagi membaca artikel tulisan beliau “ Inikah Kisah Kasih Tak Sampai” atau “ anak miskn yang jadi menteri” wah bisa habis berlembar lembar tissue untuk menghapus air mata.
Atau jika saya membaca novel laskar pelangi yang kesekian kali…., di bab pertama ttg 10 murid baru… itupun sdh membuat perasaan saya mengharu biru dan pasti ujung ujung nya meneteskan air mata.
Rupanya saya tidak membaca hanya sekedar tulisan dalam artikel atau novel tersebut, rupa rupa nya saya membaca Ruh/ jiwa /soul dari tulisan tersebut, itulah yang kemudian menyentuh jiwa dan sisi terdalam dari saya sebagai manusia. Jiwa dalam tulisan tersebut bertemu dengan jiwa murni saya sebagai manusia ( yang sebenarnya di miliki oleh semua umat di dunia). Maka jadilah sentuhan tersebut menyebabkan getaran terdalam dan keluar dalam bentuk perasaan yang mengharu biru , atau dalam kasus saya, sentuhan dan getaran itu menciptakan air mata.
Jadi air mata ini bukan karena kesedihan.. tetapi lebih karena getaran terdalam pada jiwa murni yang dengan jujur membisikkan ada nilai nilai luhur yang tersampaikan melalui artikel atau bacaan tersebut.
Contoh sederhana .. ketika saya membaca artikel Menu makan siang Pak Menteri, di dalam artikel tersebut di tuliskan Pak Dahlan memilih makan siang di kantin BUMN dan membayar sendiri makanan nya. Yang saya tangkap ( jiwa saya tangkap) dari tulisan itu adalah Seorang pejabat yang penuh kesederhanaan, Tidak butuh dilayani, tetapi justru melayani, Tidak arogan karena pangkat dan jabatan serta kekayaan. Benar benar ikhlas dalam berbuat. Ini semua adalah nilai nilai luhur yang tidak terbaca secara jelas di artikel, tetapi mampu di baca oleh jiwa murni saya.
Dalam artikel Anak Miskin yang jadi menteri, yang tertangkap oleh jiwa saya adalah Keuletan dan kerja keras yang luar biasa, keinginan selalu menjadi lebih baik, tidak takut dengan tantangan dan halangan, sekali lagi.. keikhlasan untuk berbuat bagi banyak orang.
Bukan kan itu semua Value yang luar biasa dalam kehidupan kita.
Jadi….dalam kehidupan yang semakin global, ternyata nilai nilai luhur kehidupan semakin tergerus, jiwa kita haus akan sentuhan keluhuran, dan selalu butuh dikuatkan baik oleh kita sendiri , ataupun oleh orang lain yang masih menggenggam erat nilai nilai tersebut.
Melalui Laskar Pelangi,seorang guru di ujung pulau belitong, menguatkan kita, bahwa keikhlasan itu berbuah manis…, melalui Ikal si tokoh utama kita belajar bahwa keterbatasan tidak menjadi kendala untuk sebuah kemajuan dan perubahan ke arah lebih baik. Bahwa bermimpilah menjadi lebih baik… karena Tuhan akan memeluk mimpi mimpimu. ( mengutip kata-katanya Andrea nih )
Jadi ketika menemukan saya sedang berkaca-kaca di depan sebuah buku atau di depan layar computer atau di depan apapun yg sedang saya baca, maka mintalah saya share yang saya baca, karena pasti memiliki makna yang luar biasa, semoga jiwamu mampu juga menangkap seperti yang jiwaku tangkap.
Entah kenapa… seperti juga perasaan saya setiap kali membaca buku Laskar Pelanginya Andrea Hirata. Sepuluh kali membaca, sepuluh kali pula saya meneteskan air mata.
Mungkin saya termasuk orang orang dalam kategori “ cengeng”. Gampang tersentuh, gampang terbawa suasana, gampang larut .. sangat sensitif dan banyak penjelasan lain.
Tetapi setelah saya cermati kembali… kenapa hanya membaca artikel di kompas yang berjudul “ Menu Makan siang Pak Menteri “ (Dahlan Iskan) saya bisa bisanya meneteskan air mata, padahal ngga ada sama sekali sedih sedihnya dalam artikel tsb , apa lagi membaca artikel tulisan beliau “ Inikah Kisah Kasih Tak Sampai” atau “ anak miskn yang jadi menteri” wah bisa habis berlembar lembar tissue untuk menghapus air mata.
Atau jika saya membaca novel laskar pelangi yang kesekian kali…., di bab pertama ttg 10 murid baru… itupun sdh membuat perasaan saya mengharu biru dan pasti ujung ujung nya meneteskan air mata.
Rupanya saya tidak membaca hanya sekedar tulisan dalam artikel atau novel tersebut, rupa rupa nya saya membaca Ruh/ jiwa /soul dari tulisan tersebut, itulah yang kemudian menyentuh jiwa dan sisi terdalam dari saya sebagai manusia. Jiwa dalam tulisan tersebut bertemu dengan jiwa murni saya sebagai manusia ( yang sebenarnya di miliki oleh semua umat di dunia). Maka jadilah sentuhan tersebut menyebabkan getaran terdalam dan keluar dalam bentuk perasaan yang mengharu biru , atau dalam kasus saya, sentuhan dan getaran itu menciptakan air mata.
Jadi air mata ini bukan karena kesedihan.. tetapi lebih karena getaran terdalam pada jiwa murni yang dengan jujur membisikkan ada nilai nilai luhur yang tersampaikan melalui artikel atau bacaan tersebut.
Contoh sederhana .. ketika saya membaca artikel Menu makan siang Pak Menteri, di dalam artikel tersebut di tuliskan Pak Dahlan memilih makan siang di kantin BUMN dan membayar sendiri makanan nya. Yang saya tangkap ( jiwa saya tangkap) dari tulisan itu adalah Seorang pejabat yang penuh kesederhanaan, Tidak butuh dilayani, tetapi justru melayani, Tidak arogan karena pangkat dan jabatan serta kekayaan. Benar benar ikhlas dalam berbuat. Ini semua adalah nilai nilai luhur yang tidak terbaca secara jelas di artikel, tetapi mampu di baca oleh jiwa murni saya.
Dalam artikel Anak Miskin yang jadi menteri, yang tertangkap oleh jiwa saya adalah Keuletan dan kerja keras yang luar biasa, keinginan selalu menjadi lebih baik, tidak takut dengan tantangan dan halangan, sekali lagi.. keikhlasan untuk berbuat bagi banyak orang.
Bukan kan itu semua Value yang luar biasa dalam kehidupan kita.
Jadi….dalam kehidupan yang semakin global, ternyata nilai nilai luhur kehidupan semakin tergerus, jiwa kita haus akan sentuhan keluhuran, dan selalu butuh dikuatkan baik oleh kita sendiri , ataupun oleh orang lain yang masih menggenggam erat nilai nilai tersebut.
Melalui Laskar Pelangi,seorang guru di ujung pulau belitong, menguatkan kita, bahwa keikhlasan itu berbuah manis…, melalui Ikal si tokoh utama kita belajar bahwa keterbatasan tidak menjadi kendala untuk sebuah kemajuan dan perubahan ke arah lebih baik. Bahwa bermimpilah menjadi lebih baik… karena Tuhan akan memeluk mimpi mimpimu. ( mengutip kata-katanya Andrea nih )
Jadi ketika menemukan saya sedang berkaca-kaca di depan sebuah buku atau di depan layar computer atau di depan apapun yg sedang saya baca, maka mintalah saya share yang saya baca, karena pasti memiliki makna yang luar biasa, semoga jiwamu mampu juga menangkap seperti yang jiwaku tangkap.
Langganan:
Postingan (Atom)